BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Sehingga usaha kecil dan menengah perlu dibina menjadi usaha yang signifikan sehingga mampu berkembang secara mandiri, meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka lapangan kerja dan makin mampu meningkatkan perananya dalam menyediakan barang dan jasa untuk keperluan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri.
Jawa Timur sebagai salah satu provinsi yang perkembangan usaha kecil dan menengahnya begitu pesat. Hal ini dimungkinkan karena infrastruktur yang tersedia cukup menunjang bagi pertumbuhan industri, perdagangan maupun jasa, baik pada skala usaha kecil, menengah dan besar. Kesediaan sarana dan prasarana transportasi darat, laut maupun udara adalah katalisator utama bagi perkembangan dunia usaha di Jawa Timur. Salah satunya di Jombang tepatnya kecamatan Mojowarno yang mayoritasnya membuka usaha perkayuan. UKM perkayuan sudah lama ada yang sampai saat ini masih eksis, mulai dari skala rumahan sampai skala pabrik, dengan pemasaran produk mulai wilayah lokal, nasional bahkan internasional.
Dewasa ini UKM perkayuan mengalami perkembangan yang sangat pesat di Jombang, masyarakat Jombang banyak yang mengalihkan usaha mereka ke usaha perkayuan hal ini didorong karena usaha perkayuan mendatangkan keuntungan yang begitu melimpah. Sehingga bisa dikatakan bahwa usaha perkayuan saat ini menjadi usaha primadona bagi para pengusaha mulai dari pengusaha baru maupun pengusaha lama baik pengusaha lama yang memang asli berkecimpung di dunia perkayuan ataupun pengusaha lama yang membanting setir ke usaha perkayuan. Dari fenomena ini sehingga menginspirasikan penulis untuk mengkaji “Geliat Usaha Perkayuan di Jombang”.
1.2 Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan usaha perkayuan di Jombang?
2. Apa kendala yang menghambat perkembangan usaha perkayuan di Jombang?
3. Apa solusi untuk mengatasi kendala yang menghambat perkembangan usaha perkayuan tersebut?
1.3 Tujuan
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan sejauh mana perkembangan UKM perkayuan di Jombang.
2. Untuk mengetahui kendala yang menghambat perkembangan usaha perkayuan di Jombang.
3. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi kendala yang menghambat perkembangan usaha perkayuan tersebut.
1.4 Manfaat
Penulisan ini diharapkan bermanfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis, penulisan ini diharapkan bisa menambah wawasan tentang dunia bisnis yakni usaha kecil dan menengah. Secara praktis, penulisan ini diharapkan bisa memberikan gambaran mengenai perkembangan, kendala dan solusi mengenai usaha perkayuan.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)
Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)
2.2 Hambatan-hambatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Dijelaskan dalam Bank DKI (2008, Blog Komunitas Perbankan) bahwa Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
A. Faktor Internal
Ø Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
Ø Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
Ø Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
Ø Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
Ø Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
B. Faktor Eksternal
Ø Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar. Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
Ø Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
Ø Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
Ø Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
Ø Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
Ø Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
Ø Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
Ø Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas.
2.3 Langkah yang Dapat Ditempuh Dalam Menghadapi Kendala-Kendala
Dr H Tjuk K Sukiadi SE. (2009) menyebutkan bahwa dalam mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
Ø Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
Ø Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Ø Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
Ø Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
Ø Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
Ø Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
Ø Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
Ø Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
Ø Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
Ø Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bentuk rancangan penelitian deskriptif karena dia ingin menjelaskan informasi tertentu yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Menurut Ari (2006), rancangan deskriptif digunakan untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan fenomena yang ada dan menentukan situasi yang alami sebagaimana yang ada pada saat penelitian dilakukan. Dalam hal ini fenomena mengenai usaha perkayuan di Jombang.
3.2 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Menurut Arikunto (2006), wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara dengan terwawancara untuk memperoleh informasi.
3.3 Analisis Data
Menurut Singarimbun (1989), metode analisis merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Agar sesua dengan tujuan penelitian ini, metode analisis data dilakukan melalui dua cara, yaitu (1) kualitatif; dan (2) kuantitatif.
Analisis data secara kualitatif adalah untuk menjelaskan dan mendeskripsikan hubungan data yang diperoleh dengan landasan teori yang dipergunakan melalui uraian yang sistematis. Sedangkan analisis data secara kuantitatif mempergunakan analisis data statistik.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan perkembangan usaha perkayuan, kendala serta solusi berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan.
BAB IV
SINTESIS DAN ANALISIS
4.1 Sintesis
4.1.1 Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Perkayuan di Jombang
UKM perkayuan di Jombang mulai ada sejak tahun 60an, tapi baru segelintir orang yang berkecimpung di bidang perkayuan dikarenakan kebutuhan modal yang cukup besar disamping dibutuhkannya kreativitas dan keuletan untuk mendirikan usaha perkayuan.. Namun saat ini usaha perkayuan mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 2000an sampai sekarang. Hal ini diantaranya dipengaruhi oleh meningkatnya proyek pembangunan secara fisik, seperti maraknya pembangunan perumahan, proyek-proyek pembangunan dan perbaikan gedung sekolah, perkantoran dan sebagainya.
Seiring dengan respon masyarakat terhadap produk kayu yang sangat tinggi, UKM perkayuan mengalami peningkatan permintaan yang tinggi pula. Dengan tingginya permintaan pasar menunjukkan bahwa UKM perkayuan mengalami perkembangan yang cukup besar. Hal ini dibuktikan dengan pemasaran produk telah mencapai pasar nasional dan internasional, seperti: Malaysia, Brunei Darussalam bahkan sampai ke Spanyol. Ini berarti produk-produk hasil UKM perkayuan di Jombang memiliki kualitas yang bagus dan berstandar internasional.
4.1.2 Kendala Yang Menghambat Perkembangan Usaha Perkayuan
Dalam menjalankan usaha perkayuan, banyak hambatan-hambatan yang menjadi kendala, antara lain:
Ø Modal
Karena adanya ketentuan mengenai agunan dalam mengajukan peminjaman modal, ini menjadi hambatan bagi UKM karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Ø Pendistribusian
Seiring dengan meningkatnya harga BBM, maka secara otomatis menjadi hambatan bagi pendistribusian produk. Biaya transportasi menjadi sesuatu yang sangat berat menjadi pertimbangan ketika ada permintaan barang, perolehan laba cenderung terancam karena biaya transportasi yang harus ditanggung oleh produsen.
Ø Bahan Baku
Semakin pesatnya perkembangan usaha perkayuan, menjadikan stok kayu menipis. Sehingga harga kayu meningkat. Ini merupakan kendala yang signifikan bagi para pemilik usaha perkayuan.
Ø Sarana dan Prasarana Usaha
Karena keterbatasan pengetahuan para pengusaha kayu tentang teknologi menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki tidak cepat berkembang. Hal ini juga dipengaruhi mahalnya harga peralatan-peralatan perkayuan dan pendukungnya, sehingga sarana yang mereka miliki kurang mendukung untuk maju.
Selain itu tingginya harga sewa tempat untuk membuka workshop (galangan. jw) yang strategis dapat mengurangi keuntungan mereka secara signifikan.
Ø Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam usaha perkayuan dibutuhkan beberapa tukang spesialis, salah satunya tukang ukir. Sehingga mengakibatkan keterbatasan jumlah produk tertentu.
4.1.3 Solusi Untuk Mengatasi Kendala Usaha Perkayuan
Dari berbagai kendala yang telah disebutkan di atas, maka ada beberapa solusi yang dilakukan oleh para pengusaha kayu untuk mengatasinya, antara lain:
Ø Untuk mengatasi kekurangan modal yang disebabkan ketentuan agunan dalam peminjaman modal, maka para pengusaha kayu memutuskan untuk membentuk koperasi kelompok.
Ø Dengan meningkatnya harga BBM, sementara ini para pengusaha belum bisa mengatasinya sendiri dan masih mengharapkan subsidi khusus dari pemerintah.
Ø Dalam mengatasi semakin menipisnya bahan baku, maka para pengusaha kayu memutuskan untuk menanam pohon jati emas. Di mana pohon jati emas ini mengalami pertumbuhan yang cepat, sehingga mereka tidak menunggu waktu yang lama untuk bisa membuat produk baru.
Ø Tingginya harga peralatan dan sewa tempat. Para pengusaha kayu bisa mengatasinya dengan cara membeli peralatan second yang masih bisa difungsikan, dan memutuskan untuk membuka workshop (galangan. jw) di halaman rumahnya dengan tempat seadanya.
Ø Untuk mengatasi kendala dibutuhkannya tukang ukir, para pengusaha kayu di Jombang mendatangkan tenaga ahli di bidang tersebut dari luar kota yakni Jepara.
4.2 Analisis
Dari beberapa penjelasan yang telah dipaparkan di atas, ternyata ada kesamaan antara teori dan praktek di lapangan. Sebagai buktinya, teori yang mengemukakan bahwa pada zaman dulu usaha kecil dan menengah belum mengalami perkembangan yang pesat disebabkan karena pemerintah tidak memberikan perhatian yang serius terhadap UKM, namun saat ini mulai ada perhatian serius dari pemerintah sehingga mengalami perkembangan yang pesat. Selain itu, teori mengenai kendala-kendala dalam perkembangan usaha kecil dan menengah dipengaruhi oleh keterbatasan modal dan SDA, kualitas SDM, terbatasnya sarana dan prasarana, meningkatnya harga BBM. Teori-teori tersebut memang sesuai dan tidak jauh berbeda dengan penemuan saat di lapangan.
Untuk teori mengenai solusi terbatasnya permodalan yaitu dengan cara meminjam modal pada bank, ternyata tidak sesuai dengan prakteknya. Sebab ketentuan agunan untuk meminjam modal di bank-bank tertentu masih dirasa berat oleh para pengusaha kayu di Jombang, sehingga mereka memutuskan untuk mendirikan koperasi kelompok.
Adapun mengenai kualitas SDM perlu ditingkatkan, dengan minimnya tenaga ahli ukir, seharusnya kelompok pengusaha kayu perlu mengadakan pelatihan-pelatihan supaya menghasilkan tenaga ahli yang mumpuni di bidang tersebut. Sehingga tenaga ahli ukir bisa mudah didapatkan dari daerah Jombang sendiri.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perkembangan usaha kecil dan menengah mengalami perkembangan yang pesat, disebabkan meningkatnya proyek pembangunan di beberapa daerah.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa setiap usaha kecil dan menengah, pasti terdapat hambatan-hambatan yang sedikit mengganggu kelancaran usaha kecil dan menengah tersebut.
Untuk itu para pemilik usaha kecil dan menengah berusaha untuk membuat solusi yang mampu mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Namun, peran pemerintah tetap diharapkan dalam membantu mengatasi kesulitan-kesulitan para pengusaha kayu.
5.2 Saran-saran
Setelah melakukan penelitian ini, penulis memberi saran untuk beberapa pihak, yaitu:
Pertama, pembaca pada umumnya dan pengusaha kayu pada khusunya
Setelah membaca karya ilmiah ini, disarankan bagi para pembaca yang berniat untuk membuka suatu usaha agar tidak takut dengan kendala-kendala yang telah dihadapi oleh para pengusaha pada umumnya. Khusus bagi para pengusaha kayu diharapkan untuk bisa meminimkan kendala-kendala yang menghambat usaha perkayuan.
Kedua, pemerintah
Intervensi pemerintah mengenai kebijakan-kabijakan dalam suatu usaha kecil dan menengah sangat dibutuhkan bagi para pengusaha demi kelancaran usaha mereka. Salah satunya kebijakan terhadap BBM yang harganya semakin meningkat.
Ketiga, peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar meneliti usaha perkayuan mengenai pengaruh perkembangan usaha perkayuan terhadap masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Admin. 2009. Memacu Usaha Kecil Menengah (http://www.feedburner.com/, diakses 19 Maret 2011).
Bank DKI. 2010. Pengertian UKM (http://www.blogspot.com/, diakses 19 Maret 2011).
Deccy. 2009. Pengertian dan Kriteria UKM (http://www.deccy.blogspot.com/, diakses 19 Maret 2011).
Djamhari, choirul. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sentra UKM Menjadi Klaster Dinamis. Infokop nomor 25.
Jafar Hafsah, Mohammad. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Infokop nomor 25.
IPB. 2009. Perusahaan Industri Kecil
(http://www.bogoragriculturaluniversity.com/, diakses 19 Maret 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar